Bagian ini
membahas keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh se-orang pekerja
pengembangan komunitas agar mampu memainkan peran-peran yang telah dibahas
sebelumnya. Berbagai keterampilan yang
akan dibahas di sini dapat menjadi modal dasar bagi para pekerja pengembangan
komunitas agar mampu memainkan satu atau dua peran yang telah dibahas.
A. Masalah Dengan ‘Buku Pintar’, ‘Resep’
dan/atau ‘Petunjuk Teknis’
Tidak pernah ada jalan pintas untuk mempelajari dan
meningkatkan ke-terampilan dalam pengembangan komunitas. Berbagai buku, manual, petunjuk
teknis yang ‘mengajarkan’ kepada para pekerja pengembangan
komunitas bagaimana cara melakukan tugasnya dengan pendekatan “buku
pintar memasak” (cook book) telah diterbitkan. Buku-buku ini memberi urutan instruksi
bagaimana melakukan pekerjaan pengembangan komunitas, bagaimana melakukan
kajian kebutuhan (need assement), bagaimana memimpin rapat dan
sebagainya. Buku seperti itu tentu saja
berguna sebagai sumber gagasan dan pandangan, tetapi seseorang tidak dapat
terampil dalam pengembangan komunitas hanya dengan belajar dari buku. Alasan paling prinsip adalah :
1.
Buku-buku manual seperti itu cenderung menggambarkan struktur proses
pengembangan komunitas yang teratur linier, mulai dari tahap kajian kebutuhan, membentuk organisasi
komunitas (biasanya organisasi baru), mengupayakan dana, melaksanakan
kampanye, dan melakukan pemantauan dan evaluasi.
Untuk melakukan setiap tahapan, juga digambarkan pelaksanaan langkah
demi langkah dan lagi-lagi dengan asumsi struktur proses yang teratur secara
linier. Pada kasus tertentu proses
pengembangan komunitas dapat saja linier, tetapi lebih banyak yang relatif ‘acak/
random’ tak berurutan dan cenderung nampak tidak mengikuti urutan-urutan
logis. Hal ini terjadi karena
pengalaman manusia datang begitu saja tanpa urutan. Karena itu, para pekerja pengembangan
komunitas sering harus melakukan proses yang konstan bergerak maju ke tengah,
mundur ke belakang dan sampai ke akhir.
Maka, celakalah
pekerja pengembangan komunitas yang tidak memiliki kepekaan terhadap dinamika
komunitas dan tidak berani keluar dari urutan-urutan langkah yang dianjurkan
oleh buku manual yang dipegangnya untuk berimprovisasi mengikuti dinamika itu.
2. Setiap komunitas berbeda satu sama lain. Karena itu penggunaan buku manual
pengembangan komunitas secara ‘pukul rata’ di semua komunitas juga
celaka. Isi manual dapat diterapkan di
satu komunitas, tetapi karena perbedaan sejarah, pengalaman, budaya, tradisi,
pendapatan, iklim dan bahkan kondisi geografis, dapat saja tidak terterapkan di
komunitas lain. Pekerja pengembangan
komunitas harus mengembangkan sendiri solusi, struktur dan proses yang ‘membumi’
bersesuaian dengan kondisi komunitas.
3. Selain karena setiap komunitas berbeda
satu sama lain, para pekerja pengembangan komunitas juga berbeda satu
sama lain. Masing-masing pekerja
pengembangan komunitas harus mengembangkan sendiri keterampilan yang sesuai
bagi dirinya untuk melakukan tugasnya.
Tentu saja belajar kepada orang lain itu berguna, tetapi memungut
begitu saja gaya, tipe dan metoda yang digunakan orang lain tanpa penyesuaian
kepada potensi, tipe kepribadian dan gaya komunikasi diri sendiri akan hanya
melahirkan keterampilan semu yang tidak pernah menyatu (terinternalisasi) ke
dalam dirinya sendiri.
4. Pendekatan ‘buku pintar memasak’
cenderung memperlakukan berbagai keterampilan sebagai sesuatu yang terisolasi
(terpisah-pisah satu dengan yang lain).
Seolah-olah keterampilan itu dapat dipelajari dari keterampilan itu
sendiri. Faktanya, keterampilan bukanlah
sesuatu yang ‘bebas/bersih dari nilai-nilai’ tetapi sangat berkaitan
dengan nilai-nilai, pengetahuan dan latar belakang pengalaman seseorang. Karena itu setiap orang memiliki cara sendiri
dalam memandang dan mengadopsi setiap keterampilan, pengetahuan dan pengalaman
orang lain yang mungkin tercantum di buku-buku manual yang diberikan kepadanya.
Sekali lagi, tidak
untuk mengatakan bahwa buku manual tidak berguna sama sekali, tetapi bahayanya
adalah jika mengasumsikan apa yang ditulis di dalam buku semacam itu sebagai ‘keharusan
atau petunjuk cara melakukan sesuatu’.
Celakalah pekerja pengembangan komunitas yang meng-harapkan
manual, panduan, petunjuk teknis dan buku se-jenisnya dapat mengajari dan
memampukannya melakukan tugas-tugas pengembangan komunitas.
B. Kompetensi
Hampir setiap pekerjaan khususnya pekerjaan formal
semakin dideskripsikan dengan kompetensi yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan itu. Berbagai kursus dan
pelatihan dirancang berbasis tingkat kompetensi tertentu para pesertanya, yang
akan dicapai pada akhir kursus dan pelatihan sebagai produk akhir. Istilah kompetensi juga telah
disama-artikan dengan keterampilan dan pendangkalan pandangan
pada kompetensi sangat tidak memadai dalam hubungannya dengan pekerjaan pengembangan
komunitas seperti telah diuraikan.
Penggambaran kompetensi untuk tugas-tugas pengembangan komunitas
hendaknya tidak sekedar terbatas pada deskripsi tugas-tugas khusus spesifik
yang dapat berarti mengurangi pentingnya aspek-aspek seperti kesabaran,
fleksibilitas, komitmen, pandangan holistik dan basis teori. Deskripsi sempit tentang kompetensi yang
diperlukan untuk melakukan pengembangan komunitas seperti itu akan membuat
pengembangan komunitas sebagai wilayah sempit yang hanya boleh diisi oleh orang-orang
yang “ahli” dan ‘terampil” dan bahkan sangat mungkin mengarah
menjadi terlalu akademik. Hal ini akan
mencerabut esensi sejatinya, yaitu : sesungguhnya
kerjaan pengembangan komunitas dapat dilakukan oleh siapapun.
Bagi para pekerja pengembangan komunitas, terdapat dua
pilihan sikap ter-hadap wacana tentang kompetensi yang berkembang, yaitu : menentangnya atau mengembangkan deskripsi
alternatif. Pilihan pertama akan mengakibatkan
para pekerja pengembangan komunitas terpinggirkan dari wilayah klasifikasi
pekerjaan yang berlaku sekarang. Pilihan
kedua dapat mengarah pada penempatan pekerjaan pengembangan komunitas menjadi
bagian dari suatu sistem formalisasi jenis pekerjaan yang mungkin tidak terlalu
tepat.
C. Praktek, Teori, Refleksi dan Praksis
Membahas praktek secara terpisah dari teori sama
saja dengan menceraikan-nya dari konteksnya.
Pemisahan praktek dari teori adalah pola pikir mekanistik. Dalam kegiatan pengembangan komunitas,
praktek dan teori harus dipandang sebagai sesuatu yang berhubungan saling
terkait. Dengan melakukan kita
memahami sesuatu; dan dengan pemahaman
kita mampu melakukan sesuatu dengan cara yang lebih baik. Dalam kalimat lain dapat dinyatakan : “Untuk memahami sesuatu lakukan dahulu,
dan untuk me-lakukan sesuatu pahami dahulu”. Kedua pandangan yang disebut sebagai
pandangan ‘materialisme’ dan ‘idealisme’ ini ada benarnya. Karena itu dalam pengembangan komunitas,
melakukan dan mempelajari atau mempelajari dan melakukan berlangsung bersamaan,
dan proses ini menjadi kunci pengembangan keterampilan pengembangan komunitas.
Untuk menjelaskan kombinasi antara materialisme
dengan idealisme ini dikenal istilah ‘praksis’. Esensi praksis adalah siklus
konstan antara melakukan, mempelajari dan merefleksi; sehingga ketiganya secara efektif
menyatu. Dari proses inilah baik teori
maupun praktek dikembangkan. Dengan
demikian, praksis tidak sekedar aksi tetapi juga mempelajari dan
mengembangkan teori sekaligus.
Persoalannya adalah apakah para pekerja pengembangan komunitas secara
teratur menyisakan waktu untuk melakukan refleksi kritis dari apa yang sudah
dilakukannya..? Ataukah mereka hanya
menenggelamkan diri dalam tugas administratif sehari-hari karena telah
memperlakukan tugas yang diembannya sekedar pekerjaan untuk memperoleh
pendapatan..? Pertanyaan lebih kritis
lagi adalah : “Apakah para pekerja
pengembangan komunitas telah memfasilitasi proses refleksi kritis bersama
komunitas sehingga pembelajaran juga terjadi di komunitasnya..?
D. Mengembangkan
Keterampilan
Keterampilan-keterampilan
yang dibutuhkan untuk melakukan tugas pengembangan komunitas tidak dapat
dipelajari dari buku-buku manual dan tidak juga di dalam kelas-kelas
pelatihan. Bukan berarti bahwa buku-buku
manual dan pelatihan tidak relevan, tetapi sangat berguna untuk mem-perhadapkan
pekerja pengembangan komunitas ke gagasan-gagasan baru untuk mengembangkan
keterampilannya.
Daripada
mempelajari keterampilan yang dibutuhkan dalam pengembangan komunitas, lebih
baik membahas bagaimana keterampilan itu dapat di-kembangkan. Karena, itu membantu mengembangkan
keterampilan dengan memberikan stimulasi, umpan-balik, lingkungan belajar yang
sesuai dan ruang untuk melakukan refleksi kritis menjadi lebih penting.
Berbagai
keterampilan pengembangan komunitas dikembangkan sebagai bagian dari
praktek. Sekalipun pembelajaran di kelas
dan buku manual dapat memberi stimulasi dan memperhadapkan seseorang pada
kemungkinan dan gagasan-gagasan baru;
tidak ada yang dapat menggantikan pengalaman praktis sebagai sarana
penting mengembangkan keterampilan. Melalui
pengalaman praktis ini para pekerja pengembangan komunitas secara konstan
mengembangkan dan mengasah keterampilannya, berbasis dan konsisten dengan
kepribadian, gaya dan ideologi yang dimilikinya. Lagi-lagi, celakalah orang yang memilih
pekerjaan pengembangan komunitas tanpa ditunjang oleh kepribadian, gaya dan
ideologi.
Ada lima komponen penting yang dibutuhkan mengembangkan
keterampilan pengembangan komunitas yang masing-masing berfungsi penting
membantu mengembangkan keterampilan dimaksud, yaitu : analisis, kepedulian
dan kesadaran, pengalaman, belajar dari sumber
lain dan intuisi yang masing-masing akan dibahas berikut
ini.
1. Analisis
Praktek yang baik
menyatu dengan analisis yang baik. Jika
seseorang mampu menganalisis dengan baik, misalnya proses yang begitu rumit
dari sebuah pertemuan (rapat) komunitas, maka dia akan mampu mempengaruhi
proses itu secara tepat dan konstruktif.
Untuk mampu melakukan analisis dengan baik, diperlukan kerangka teoritis
dari berbagai bidang ilmu pengetahuan yang membantu untuk memahami apa yang
sudah, sedang dan akan terjadi. Arti
nyata analisis sebagai komponen penting dalam membangun keterampilan
pengembangan komunitas menekankan pada pentingnya teori dan perlunya
intelektualitas. Juga untuk menekankan
bahwa keterampilan pengembangan komunitas jauh melewati batasan pelatihan
sederhana menembus sampai ke wilayah pendidikan yang lebih luas dari
wilayah pelatihan. Dengan kata lain, seorang
pekerja pengembangan komunitas yang terdidik akan jauh lebih baik daripada
yang sekedar terlatih.
2. Kepedulian dan kesadaran
Komponen ini menyangkut kepedulian
dan kesadaran akan diri sendiri sebagai pekerja pengembangan komunitas dan
kepedulian dan ke-sadaran akan apa yang dialami komunitas.
Nilai penting
kesadaran tentang diri sendiri adalah kemampuan memahami bagaimana pandangan
orang lain terhadap dirinya dan bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Aspek ini dapat dipertajam dengan melakukan
refleksi diri secara kritis, meminta orang lain memberi masukan, ikutserta
berinteraksi dalam kelompok, bahkan dengan mengamati diri sendiri di cermin
atau lewat rekaman video.
Kepedulian dan
kesadaran akan apa yang terjadi di luar sama penting-nya dengan kepedulian dan
kesadaran akan diri sendiri. Ini
memerlukan kepekaan terhadap orang lain, kemauan mendengarkan apa yang akan
dikatakan oleh orang lain, memahami politik lokal di tingkat komunitas, budaya
dan tradisi mereka.
3. Pengalaman
Sudah disebut, dalam pekerjaan pengembangan komunitas tidak ada yang dapat
menggantikan pengalaman praktis.
Pengembangan komunitas relatif lebih merupakan seni (art)
daripada sains (science) dan dalam tugasnya, para pekerja
pengembangan komunitas lebih sering dituntut mengambil keputusan yang relatif
berbasis kearifan, pemahaman dan intuisi, tidak berbasis petunjuk teknis. Ketajaman analisis hanya dapat dikembangkan
melalui kearifan praktis, dan untuk memperoleh itu tidak ada nasehat lain
kecuali memperbanyak keterlibatan langsung di dalam kegiatan bersama komunitas.
4. Belajar dari sumber lain
Peribahasa
Indonesia mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Sayangnya, orang sering tidak menyadari bahwa
mengamati cara orang lain mengerjakan sesuatu juga merupakan pengalaman. Celakakah orang yang harus menjatuhkan diri
sendiri bersama sepeda motor di jalan raya, karena tidak mengakui bahwa
menyaksikan kecelakaan bersepeda motor di jalan raya sebagai suatu
pengalaman. Piciklah orang yang
beranggapan bahwa mendengarkan ceramah dan menyimak penjelasan orang lain
sebagai sesuatu yang bukan peng-alaman belajar.
5. Intuisi
Mengambil keputusan berdasarkan intuisi,
tidak berdasarkan prosedur yang rasional sering dicap sebagai ‘tidak
ilmiah’. Tetapi kenyataannya,
mempercayai keputusan spontan yang didasarkan pada perasaan yang mendalam
seringkali mengarah pada tindakan yang benar, sesering orang menyesali
keputusan yang didasarkan pada pendapat pihak kedua (second opinion)
yang nampaknya ‘ilmiah’.
Penyebabnya adalah bahwa sebenarnya intuisi bukanlah sesuatu yang bersifat
acak, tetapi dipertajam oleh adanya berbagai prinsip, perasaan, nilai-nilai dan
pengalaman yang terinternalisasi di dalam diri seseorang sehingga kontribusinya
di dalam pengambilan keputusan sering tak disadari.
Intuisi tidak dapat dianggap remeh. Intuisi berperan penting dalam rangka
mengembangkan keterampilan, karena intuisi ternyata menjadi sumber utama dalam
menentukan apa dan bagaimana sesuatu dilakukan.
Namun demikian, sangat penting untuk mengenali sumber intuisi
tersebut. Misalnya pengetahuan,
nilai-nilai dan pengalaman hidup seseorang yang diwarnai oleh unsur-unsur
rasisme, secara intuitif akan cenderung mengambil keputusan yang berbau
rasisme.
E. Mengikis Mitos Keliru Tentang Keterampilan
Tidak ada yang sangat khusus dan unik dalam keterampilan
yang umumnya dimiliki oleh seorang pekerja pengembangan komunitas yang
baik. Tidak ada aspek-aspek penting
seperti yang terdapat pada keterampilan lain seperti keterampilan merangkai
komponen pesawat radio atau menyusun program komputer. Dalam pekerjaan pengembangan komunitas tidak
ada kegiatan yang khusus yang berada di luar pengalaman kebanyakan orang. Mendengarkan orang lain, mengorganisir,
menjadi anggota aktif suatu kelompok, dan mengambil keputusan adalah kegiatan
yang hampir semua orang berpengalaman melakukannya. Bahkan dalam kehidupan keseharian hal itu telah dilakukan sejak
kecil. Karena itu untuk menjadi pekerja
pengembangan komunitas tidak ada hal khusus yang betul-betul baru dan khusus
yang perlu dipelajari. Semuanya tidak
lebih dari sekedar memahami dan menggunakan keterampilan yang
sudah berkembang dan yang diperoleh dari pengalaman hidup masing-masing.
Sayangnya, sebagaimana jabatan atau berbagai peran di bidang layanan
insani lainnya, keterampilan pengembangan komunitas telah mengalami mistifikasi
menjadi jargon dan/atau menjadi nampak ruwet karena digambarkan
pada diagram atau skema dan model
yang rumit sehingga terkesan jadi lebih khusus dari yang sesungguhnya.
Pekerja pengembangan komunitas hendaknya mulai bertindak mengikis
mitos-mitos itu dengan cara menghindari penggunaan jargon dan berbagai
istilah yang terkesan spesifik dan menggantinya dengan istilah-istilah yang
lebih umum. Misalnya lebih baik
menggunakan ‘membantu kelompok mengambil keputusan’ daripada istilah ‘memfasilitasi
kelompok mencapai konsensus’; lebih
baik memakai ‘perencanaan’ daripada ‘perencanaan strategis’ dan
sebagainya.
F. Keterampilan
Pokok Dalam Pengembangan Komunitas
Berbagai jenis keterampilan yang sangat khusus seperti yang ada pada
pekerjaan reparasi barang elektronik, perbaikan mesin-mesin dan sejenisnya
tidak akan ditemui di dalam deretan daftar keterampilan pokok pengembangan
komunitas yang akan diuraikan berikut ini, tetapi relatif merupakan
keterampilan pokok yang umumnya dimiliki oleh pekerja pengembangan komunitas
yang berhasil. Kekurangan di salah satu
atau beberapa bagian dari keterampilan pokok sebagaimana diuraikan berikut
ini; secara umum dapat menyebabkan
pekerja pengembangan komunitas kurang efektif.
1. Keterampilan
berkomunikasi antar-pribadi
Seorang pekerja pengembangan komunitas
dituntut berkomunikasi dengan banyak orang/pihak. Karena itu dia harus memiliki keterampilan
berkomunikasi. Pekerja pengembangan
komunitas harus mampu berkomunikasi dengan berbagai orang/pihak dengan tipe
kepribadian dan latar belakang berbeda.
Kemampuan minimum yang harus dimiliki untuk ini adalah :
§
memulai komunikasi dan percakapan,
§ mengambil kesimpulan dari komunikasi dan percakapan,
§ menjaga agar komunikasi dan percakapan tetap fokus (jika perlu),
§ menyadari pentingnya dukungan lingkungan fisik untuk kelancaran
berkomunikasi (posisi pihak-pihak, informal atau formal dan sebagainya),
§
mendengarkan dengan baik,
§
memahami dan menafsirkan dengan tepat apa yang disampaikan oleh pihak
lain,
§
membangun suasana yang mendukung orang lain untuk berkomunikasi dengan
baik,
§
bertanya,
§
mendorong orang lain untuk merefleksikan apa-apa yang baru didiskusikan,
§ menyatakan pesan/maksud secara jelas dan terbuka dengan bahasa yang mudah
dimengerti,
§
menyampaikan saran dengan cara yang tepat agar memperoleh tanggapan
serius dari pihak lain,
§ menjamin agar interaksi dalam pertemuan benar-benar merupakan dialog, bukan
ajang pamer kekuatan (kuasa) dan kendali,
§ menyadari perbedaan budaya dan kepekaan dalam pola ber-komunikasi (baik verbal
maupun non-verbal),
§ menggunakan bahasa tubuh yang tepat untuk membantu keberhasilan
berkomunikasi, dan
§ menyadari keterbatasan waktu, prioritas dan kepentingan pihak lain.
Berbagai keterampilan antar-pribadi
seperti disebutkan di atas, selain telah menjadi bagian dari pengalaman hidup
setiap orang, dapat juga dikembangkan baik melalui konsultasi dengan orang lain
maupun melalui pelatihan.
2. Keterampilan bekerja dengan atau di dalam
kelompok
Sebagian besar waktu tugas para
pekerja pengembangan komunitas digunakan untuk terlibat dengan atau di dalam
kelompok-kelompok kecil. Karenanya,
pekerja pengembangan komunitas harus mampu bekerja di dalam atau dengan
kelompok. Dengan kata lain, para pekerja
pengembangan komunitas perlu memiliki keterampilan dalam mengelola
kelompok. Keterampilan yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah :
§ mengamati dan memahami dinamika kelompok,
§ memahami faktor-faktor budaya dan jender yang menghambat partisipasi aktif
pihak-pihak dalam kelompok,
§ memahami pentingnya pengaturan lingkungan fisik (tempat duduk, meja dan
kursi dan sebagainya) yang dapat mendukung kelancaran pertemuan kelompok,
§
berbicara di dalam kelompok dengan baik agar mampu memperoleh perhatian
yang memadai,
§
menyediakan kepemimpinan yang memadai (jika diperlukan) dalam membantu
proses kelompok,
§
mengikutsertakan semua peserta pertemuan dalam diskusi dengan mendorong
anggota yang jarang bicara agar lebih banyak memberi gagasan dan mengendalikan
orang yang terlalu dominan,
§
menafsirkan dan merefleksikan kembali apa yang sudah dikatakan oleh
salah satu anggota kelompok sehingga maksud itu dipahami sama oleh seluruh
anggota kelompok,
§
membantu kelompok mencapai kesepakatan optimum,
§
mempersiapkan pertemuan dan membantu orang lain untuk melakukan hal yang
sama,
§ mengambil peran sebagai penyelenggara pertemuan, menyusun agenda pertemuan,
§
membuat risalah pertemuan dan catatan penting lainnya,
§
menjaga agar pertemuan dapat dilaksanakan tepat waktu (tepat waktu mulai
dan tepat waktu selesai),
§
mencegah perpecahan,
§ mengetahui peraturan dan etika pertemuan formal dan dapat menentukan kapan
harus menggunakan peraturan dan etika itu,
§
membingkai (menyusun kerangka) penyelesaian (solusi) formal,
§ memberi penafsiran (pemahaman) atas kesepakatan, peraturan kelompok dan
peraturan yang berlaku lebih luas,
§ menggunakan humor untuk mencairkan ketegangan dan mem-bangun solidaritas.
Sebagian besar
kelompok di mana pekerja pengembangan komunitas terlibat adalah
kelompok-kelompok yang mempunyai sasaran tertentu yang ingin dicapai. Sekalipun ada, sangat jarang seorang pekerja
pengembangan komunitas terlibat dalam kelompok yang dibentuk khusus sebagai
sarana terapi, memberi pengalaman berkelompok, memahami proses-proses
dalam kelompok dan sejenisnya.
3. Keterampilan mendidik
Pendidikan
adalah salah satu peran penting seorang pekerja pengembangan komunitas. Karena itu keterampilan mendidik
menjadi hal yang teramat penting. Dalam
beberapa hal, pekerja pengembangan komunitas juga dituntut untuk memiliki
keterampilan melatih seperti misalnya membuat risalah pertemuan,
menyusun/melakukan pembukuan sederhana, menggunakan komputer dan sebagainya.
Sangat penting bagi setiap orang untuk
membedakan makna antara pendidikan dengan pelatihan. Pendidikan bertujuan untuk ‘menjadi’; sedangkan pelatihan menuju ‘mampu
melakukan’. Pendidikan ber-makna
lebih luas dan lebih mengarah pada pengembangan kesadaran, sedangkan pelatihan
bermakna lebih sempit dan lebih mengarah pada pembentukan keterampilan.
4. Keterampilan menyediakan sumberdaya bagi struktur dan proses-proses
di dalam komunitas
Pekerja
pengembangan komunitas sering harus membantu komunitas atau kelompok-kelompok
di dalam komunitas untuk memperoleh sumberdaya seperti informasi, keterampilan
dan keahlian yang diperlukan. Karena
tidak semua kebutuhan komunitas dapat disediakan oleh si pekerja pengembangan
komunitas, ada baiknya jika dia mengetahui berbagai kemungkinan sumberdaya yang
dapat diakses di luar dan bagaimana cara memperolehnya.
5. Keterampilan menulis
Keterampilan menulis sangat penting bagi setiap
pekerja pengembangan komunitas. Setiap
saat dia dihadapkan pada kebutuhan untuk menulis laporan, proposal pendanaan, surat resmi, dan bahkan
menulis bahan untuk lansiran media (press release). Persoalannya terletak pada kemampuan berbahasa
tulis yang biasanya bersifat lebih formal daripada bahasa lisan.
6. Keterampilan memotivasi,
membangun antusiasme dan menggerak-kan orang
Keterampilan
ini berhubungan dengan animasi sosial sebagaimana telah dibahas terdahulu. Keterampilan ini relatif lebih sulit dikembangkan
karena lebih banyak dipengaruhi oleh dasar-dasar kepribadian seseorang. Untuk sebagian orang, ‘dari sananya’
telah dibekali ‘bakat’ keterampilan memotivasi, membangun minat dan
menggerakkan orang lain. Karena itu,
sebenarnya aspek ini tidak dapat secara ‘murni’ diklasifikasikan sebagai
keterampilan, tetapi lebih merupakan kelengkapan kepribadian yang inheren
di dalam diri seseorang.
7. Keterampilan mengelola konflik
Keterampilan
mengelola konflik sangat penting bagi seorang pekerja pengembangan
komunitas. Salah satu bagian pentingnya
adalah ke-mampuan untuk melakukan ‘intervensi’ tanpa keberpihakan dan memediasi. Kadang-kadang juga diperlukan keterampilan
merundingkan kepentingan pihak-pihak agar semuanya terdorong untuk mencapai
mufakat, yang biasa disebut sebagai negosiasi. Kedua hal tersebut nampaknya tidak
cukup. Masih perlu pemahaman lebih utuh
tentang penyebab, sifat-sifat dan cara pengelolaan konflik yang diuraikan lebih
rinci pada materi tentang Pengelolaan Konflik.
8. Keterampilan pewakilan dan
melakukan advokasi
Terkadang pekerja pengembangan
komunitas perlu memainkan peran sebagai pembela (advokat) untuk dan atas
nama kepentingan kelompok, komunitas dan bahkan individu di dalam
komunitas. Hal itu dapat saja terjadi
karena kadang-kadang orang tidak pandai mengungkapkan gagasan, ke-mauan dan
kebutuhannya. Tidak cakap mempertahankan
diri dari tekanan, serangan atau ancaman atas kepentingannya, yang setiap saat
bisa saja muncul baik dari dalam maupun dari luar komunitas itu sendiri.
Keterampilan
advokasi menuntut kemampuan mendengarkan dan memahami orang lain, serta
keterampilan mengungkapkan pemahaman itu kepada pihak lain. Dengan demikian diperlukan kapasitas menerima
dan daya tanggap terhadap orang lain;
kapasitas mendengarkan, menafsirkan dan memahami orang lain dan
keterampilan presentasi, ketegasan dan komunikasi.
9. Keterampilan melakukan
presentasi di hadapan publik
Presentasi di
hadapan publik hampir merupakan pekerjaan sehari-hari yang dilakukan setiap
pekerja pengembangan komunitas. Karena
itu mengembangkan keterampilan ini sangat penting. Keterampilan ini dapat ditingkatkan dengan
mengikuti pertemuan-pertemuan kelompok di mana tiap orang berkesempatan
berbicara. Sayangnya orang selalu tidak
menyadari bahwa kemampuan berbicara dipengaruhi oleh penguasaan bahasa dan
perbendaharaan kata. Itulah sebabnya mengapa orang sering menjadi
gagap atau ‘mati kamus’. Perbendaharaan
kata-kata dan cara berbahasa hanya dapat dikembangkan justeru dengan
mem-perbanyak membaca dan mendengarkan orang lain.
10. Keterampilan bekerja
menggunakan media
Keterampilan menggunakan media lebih
banyak ditentukan oleh kemampuan seseorang menyiasati cara kerja media
itu. Media sangat berhitung dengan waktu
(media elektronik) dan ruang (media cetak).
Jadi kunci keberhasilan memanfaatkan media massa adalah bagaimana
mengemas gagasan yang dapat ditayangkan dalam waktu singkat atau yang tidak
banyak memakai ruang di dalam media cetak.
Pemanfaatan
media juga berhubungan dengan pemilihan momentum tepat untuk melayangkan lansiran
media (press release). Satu
hal penting adalah menyusun bahan lansiran media yang sudah menggunakan bahasa
media sehingga media yang menerimanya tidak terlalu perlu lagi melakukan
penyesuaian-penyesuaian (sunting ulang).
Untuk mengembangkan
keterampilan di bidang ini, pekerja pengembangan komunitas dapat melakukannya
dengan mencermati media yang mungkin digunakan.
Setiap media dan bahkan setiap jurnalis mempunyai fokus perhatian
tertentu. Penting mengenali jurnalis dan
media yang berminat tinggi terhadap masalah kemiskinan dan komunitas. Sekalipun nampak sepele, memiliki nomor-nomor
telepon/faksimili dan/atau E-mail media dan jurnalis tertentu sangat membantu.
11. Keterampilan manajemen dan
mengorganisasi
Sebagian besar keberhasilan
pengembangan komunitas ada-lah hasil dari efektivitas manajemen dan
pengorganisasian komunitas dan kegiatan-kegiatannya. Karenanya, jadi logis jika setiap pekerja
pengembangan omunitas memerlukan tingkat kemampuan minimum bidang manajemen dan
pengorganisasian. Jika tidak terlalu
banyak dimiliki, maka sangat penting untuk memindahkan pekerjaan-pekerjaan
terkait kepada komunitas sekaligus sebagai upaya pemberdayaan.
12. Keterampilan melakukan riset/penelitian
Pekerja pengembangan komunitas memerlukan
kemampuan melakukan riset/penelitian dasar.
Tetapi yang dimaksud dengan riset dasar di sini bukanlah riset yang
canggih dengan analisis statistika yang rumit.
Kemampuan minimum yang sering diperlukan misalnya bagaimana memahami
data dasar yang ada di monografi kelurahan, cara melakukan sensus dan berbagai
aktivitas penelitian/observasi lainnya.
Keterampilan ini akan sangat baik jika dilengkapi dengan pengetahuan dan
kefasihan menggunakan berbagai instrumen perencanaan partisipatif seperti ‘community
self-survey’ dan berbagai instrumen pembangunan partisipatif lainnya.
G. Berbagi (Sharing) Keterampilan
Berbagi keterampilan yang dimaksud di sini tidak saja antara sesama
pekerja pengembangan komunitas untuk mengembangkan keterampilan masing-masing,
tetapi juga antara komunitas dengan si pekerja pengembangan komunitas. Jika seorang pekerja pengembangan komunitas
tidak konsisten melakukan pemindahan keterampilan kepada komunitas, maka dia
akan tetap sebagai ‘ahli’ atau ‘profesional’ dan komunitas tetap
sebagai ‘klien’.
Menempatkan komunitas terus-menerus sebagai klien semakin
menjauhkan upaya pengembangan komunitas itu dari maksud yang sesungguhnya
: pemberdayaan dan penghapusan struktur
yang tidak menguntungkan (termasuk struktur hubungan antara ‘ahli’ atau
‘konsultan’ dengan ‘klien’).
Memfasilitasi proses pertukaran keterampilan di
antara sesama anggota komunitas sebagaimana telah diulas juga sangat
penting. Hal ini perlu untuk
memaksimalkan penggunaan sumberdaya, pengetahuan, keahlian dan keterampilan
dari komunitas itu sendiri. Dengan
begitu ketergantungan akan dapat dikurangi dan prinsip kemandirian lebih
memungkinkan tercapai.
* Materi Pelatihan Comdev oleh CFCD
[ ]