Membahas Pengembangan Komunitas (Community Development/ CD) tidak
akan pernah mungkin sampai pada apa yang secara umum dikenal oleh kebanyakan
orang sebagai ‘petunjuk teknis’.
Dengan kata lain, tidak mungkin menyusun ‘Petunjuk Teknis
Pengembangan Komunitas’ atau ‘Buku Pintar Pengembangan Komunitas’. Dua alasan mengapa hal ini tidak mungkin
dilakukan adalah :
§
Tidak ada satupun teknik yang
dapat berlaku umum dan dapat diterapkan persis di semua komunitas, karena
masing-masing komunitas memiliki karakteristik sendiri-sendiri,
§
Sesuatu yang pernah berhasil
diterapkan di dalam suatu komunitas belum tentu akan berhasil jika diterapkan
persis di komunitas lain tanpa penyesuaian ke kondisi setempat.
Karena tidak mungkin menyediakan suatu ‘petunjuk teknis’
pengembangan komunitas, maka ke-22 prinsip yang akan diuraikan berikut ini
hanya layak dinilai sebagai sebuah rambu-rambu dalam pelaksanaan pengembangan
komunitas. Sekali lagi, sangat
ditekankan bahwa tidak mungkin ada ‘buku pintar’, ‘buku
resep’ pengembangan komunitas yang dapat membuat seseorang jadi pintar
melakukan pekerjaan pengembangan komunitas hanya dengan membaca buku sejenis
itu.
Berikut ini dibahas satu per satu prinsip-prinsip pengembangan komunitas
yang sebagaimana sudah disebut terdiri dari 22 prinsip.
1. Pembangunan
terpadu
Pembangunan
sosial, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, kepribadian dan spiritual
merupakan aspek penting dalam kehidupan setiap komunitas. Karena itu, program pengembangan komunitas
hendaklah mencakup keseluruhan aspek pembangunan tersebut. Meskipun demikian, sering ditemui bahwa suatu
komunitas lebih menonjol di satu atau dua aspek tertentu dari berbagai
kebutuhan pembangunan yang disebut itu.
Karenanya aspek-aspek yang paling lemahlah yang lebih memperoleh
prioritas perhatian dalam program pengembangan komunitas.
Aspek-aspek pembangunan prioritas tersebut
di atas harus selalu menjadi bahan pertimbangan sehingga keputusan untuk lebih
berkonsentrasi pada satu atau dua aspek tertentu (misalnya : ekonomi atau sosial saja) dilakukan
secara sadar dan sedapatnya merupakan pilihan komunitas sendiri, bukan
keputusan yang ditetapkan oleh para perencana atau pekerja pengembangan
komunitas yang didasarkan pada sekedar asumsi sepihak.
Satu aspek pembangunan tertentu juga sangat
mungkin digunakan untuk mendorong kegiatan mencapai berbagai aspek pembangunan
lainnya. Misalnya program pengembangan
komunitas yang berkonsentrasi pada aspek ekonomi juga mungkin digunakan untuk
mendorong kegiatan menuju tercapainya aspek budaya dan pelayanan komunitas
lainnya.
Dengan demikian, para pekerja pengembangan
komunitas harus selalu mengingat keenam aspek pembangunan tersebut, mendorong
agar komunitas terus memperhatikannya dan membantu mereka untuk
mengidentifikasi aspek pembangunan yang mungkin berhubungan satu sama lain.
2. Menangani
ketidakberuntungan struktural
Maksud utama
kegiatan pengembangan komunitas adalah tercapainya keadilan sosial. Setiap hambatan struktural seperti
diskriminasi yang berbasis ras/etnik, agama, jender dan sebagainya harus
diperhitungkan. Dengan demikian, upaya
pengembangan komunitas harus selalu dijaga agar tidak justeru memperkokoh atau
menciptakan hambatan-hambatan struktural tersebut. Sebaliknya harus selalu diupayakan segala
cara yang mungkin dan cocok dilakukan untuk mengurangi atau meniadakannya.
Hal di atas
mengingatkan para pekerja pengembangan komunitas agar waspada terhadap
pola-pola terselubung yang memperkokoh hambatan struktural misalnya melalui
media, struktur organisasi, sistem pendidikan, bahasa, ekonomi dan sebagainya.
3. Menghargai
hak asasi manusia
Pemahaman dan tekad yang kuat untuk
melindungi dan melaksanakan hak asasi manusia menjadi basis penting bagi
pengembangan komunitas. Struktur upaya pengembangan komunitas harus dirancang
dengan sangat mempertimbangkan agar tidak melanggar prinsip-prinsip hak asasi
manusia, misalnya : hak untuk memperoleh
pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, hak untuk berkumpul dan berserikat, dan
hak untuk bebas mengemukakan pikiran dan pendapat secara lisan maupun tertulis. Dalam konteks ini rujukan tentang hak asasi
manusia yang dapat digunakan adalah The Universal Declaration of Human
Rights dan/atau TAP MPR
RI NO. XVII/ MPR/1998.
Jika justeru komunitas itu sendiri yang
menginginkan hal-hal yang potensial bertentangan dengan prinsip-prinsip hak
asasi manusia, maka seorang pekerja pengembangan komunitas harus menentangnya.
4. Keberlanjutan
(sustainability)
Sangat penting agar setiap upaya
pengembangan komunitas dilakukan berbasis pertimbangan keberlanjutan. Jika tidak, maka upaya tersebut hanya akan
menghasilkan sesuatu yang bersifat sementara, bahkan dari sudut pandang
ekologis upaya pengembangan komunitas dapat menjadi penyebab kerusakan
lingkungan lebih parah. Keberlanjutan
menuntut agar penggunaan segala jenis sumberdaya tak terbarukan seminimal
mungkin. Prinsip ini mengandung
implikasi praktis terhadap penggunaan lahan, gaya hidup, perlindungan
sumberdaya alam dan sebagainya.
5. Pemberdayaan
(empowerment)
Pemberdayaan haruslah menjadi bagian yang
menyatu dalam setiap upaya pengembangan komunitas. Pemberdayaan berarti penyediaan sumber-sumber
daya (sources of power), kesempatan, pengetahuan dan ketrampilan
bagi komunitas agar mereka mampu meningkatkan kapasitasnya untuk menentukan
masa depan mereka sendiri dan memberi warna bagi kehidupannya. Lebih rinci tentang pemberdayaan ini akan dibahas
pada materi tersendiri.
6. Peningkatan kesadaran pada
hubungan interaksi antara individu dengan proses politik
Untuk tidak menjadi ‘momok’
seperti masa yang lalu, istilah politik harus dikembalikan ke pengertian
sederhana ke esensi sesungguhnya, yaitu :
‘proses dan mekanisme pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
hajad hidup (kepentingan) bersama’.
Dengan pengertian ini setiap orang harus berpolitik, dan sebenarnya kegiatan
politik dalam arti yang paling sederhana sudah dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari.
Tiap urusan politik dipastikan mempengaruhi
urusan individu, dan sebaliknya setiap urusan individu dipastikan secara
langsung/tidak langsung berkaitan dengan urusan politik. Pengangguran, ekonomi, jaminan sosial pembangunan
industri dan sebagainya pasti akan mempengaruhi kehidupan pribadi tiap individu
dan sebaliknya.
Pengembangan
komunitas merupakan potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kesadaran
politik para anggota komunitas. Hal ini
juga merupakan langkah awal paling kritis dalam peningkatan kesadaran (consiousness
raising) yang menjadi salah satu instrumen dalam rangka
pemberdayaan. Tanpa peningkatan
pemahaman komunitas tentang hubungan antara pribadi (individu) dengan politik
dan sebaliknya, maka upaya pengembangan komunitas mustahil berhasil.
7. Basis
kepemilikan (asset-base) dan
peningkatan rasa memiliki (sense of
belonging)
Pengembangan
komunitas juga harus menekankan pada pengembangan basis kepemilikan dan rasa
memiliki komunitas dan/atau menyediakannya jika belum ada. Basis kepemilikan dalam konteks ini dapat
dilihat dari dua konsep, yaitu :
kepemilikan material dan kepemilikan atas struktur dan proses yang
dilakukan di dalam komunitas.
Di Indonesia,
terutama dalam kaitan dengan komunitas di perkotaan, setelah perubahan bentuk
pemerintahan dari desa menjadi kelurahan, hampir semua milik komunitas (baik
material maupun struktur dan proses) menjadi hilang. Tanah-tanah Kas Desa dengan berbagai kekayaan
desa lainnya sertamerta diakui sebagai milik Pemerintah Daerah. Proses dan struktur rembug desa dihilangkan
dan digantikan dengan proses dan struktur formal LKMD.
Memperluas
(meningkatkan) basis kepemilikan komunitas adalah aspek penting dalam pembangunan
komunitas karena hal itu akan meningkatkan jatidiri, menjadi alasan bagi
komunitas untuk terlibat dalam pengelolaan dan perolehan manfaat atas sesuatu
yang menjadi milik bersama tersebut dan akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan
sumberdaya.
Banyak barang
dan jasa yang dimiliki oleh individu-individu dalam komunitas, misalnya : peralatan pertamanan, peralatan rekreasi,
buku dan alat olah raga. Secara ekonomis
dan ekologis, jika semua orang harus memiliki semua akan lebih boros jika
dibandingkan apabila peralatan tersebut dimiliki dan dimanfaatkan secara
kolektif oleh komunitas.
Basis
kepemilikan dan rasa kepemilikan atas struktur dan proses dalam komunitas
sangat berkaitan dengan pengorganisasian komunitas, misalnya : adanya peluang bagi komunitas mengawasi
proses penyediaan jasa kesehatan, pendidikan, pembangunan setempat dan berbagai
kegiatan lainnya. Untuk itu, prasyarat
utama adalah desentralisasi; selain
diperlukan upaya untuk meningkatkan sumberdaya, keterampilan dan peningkatan
rasa percaya diri.
8. Kemandirian (keswadayaan)
Kemandirian
menginginkan agar sedapat mungkin menggunakan sumberdaya yang tersedia dari
dalam komunitas itu sendiri, dan meminimasi penggunaan sumberdaya dari
luar. Prinsip ini berlaku untuk setiap
sumberdaya dari luar yang mungkin diperlukan oleh komunitas (finansial,
teknologi, alam dan sumberdaya manusia).
Para pekerja pengembangan komunitas sebaiknya juga memahami persis
tentang makna keswadayaan dan kelompok
swadaya.
9. Independensi (dalam hubungan
komunitas dengan pemerintah)
Prinsip
kemandirian ini erat kaitannya dengan hubungan komunitas dengan pemerintah dan
pihak lainnya di luar mereka sendiri.
Sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa upaya-upaya pengembangan
komunitas yang disponsori oleh pemerintah bukan memandirikan dan memberdayakan
komunitas, tetapi malahan sebaliknya menciptakan ketergantungan dan
pelemahan. Contoh masa lalu : pembentukan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
(LKMD), Pembangunan KUD, Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan yang baru ini : PDMDKE, JPS dan sebagainya.
Umumnya,
semakin sedikit keterlibatan pemerintah dalam pengembangan komunitas, semakin
berhasil. Namun, hal ini tidak untuk
menyatakan bahwa bantuan pemerintah dalam upaya pengembangan komunitas harus ‘diharamkan’
karena ini justeru akan membebaskan pemerintah dari kewajibannya dalam
mengupayakan kesejahteraan rakyat banyak.
Sulit menemukan rumusan yang tepat bagaimana
seharusnya pemerintah terlibat dalam upaya pengembangan komunitas. Karena itu, sementara dapat disebutkan bahwa
dukungan pemerintah dalam pengembangan komunitas hanya diperlukan sebagai
pemulai (starter).
10. Keselarasan antara pencapaian tujuan jangka
pendek dengan visi masa depan
Seolah-olah
selalu ada pertentangan antara keinginan untuk segera mencapai tujuan jangka
pendek yang nyata dan terukur dengan tujuan ideal jangka panjang ke masa depan,
yaitu : suatu komunitas dan masyarakat
yang lebih baik.
Memfokuskan
lebih banyak energi pada pencapaian tujuan jangka pendek semata akan
menggagalkan pencapaian tujuan jangka panjang.
Sebaliknya, mengerahkan sebagian besar energi untuk mencapai tujuan
jangka panjang akan mengundang keputus-asaan karena seolah-olah tidak pernah
menghasilkan sesuatu. Tidak jarang bahwa
komunitas itu sendiri yang berkeinginan hanya untuk mencapai tujuan jangka
pendek yang segera dapat dirasakan.
Komunitas sering tidak sabar melakukan proses-proses yang sedikit lebih
panjang untuk mencapai hasil yang lebih berkelanjutan. Lebih parah lagi jika komunitas itu sendiri
hanya mau ‘terima jadi’ saja.
Menghadapi
situasi dilemmatis seperti itu, para pekerja pengembangan komunitas harus mampu
memainkan peran penyadaran (consiousness raising) dan bahkan
mungkin perlu memainkan peran
menentang (confronting).
Namun yang terakhir ini harus dimainkan dengan tingkat kehati-hatian dan
kecermatan yang tinggi. Peran-peran
pokok yang umumnya dimainkan oleh para pekerja pengembangan komunitas akan
dibahas lebih dalam di bagian lain.
11. Pendekatan pembangunan yang organik
Pembangunan
yang organik adalah kebalikan dari pembangunan yang sentralistik
dan mekanistik. Istilah ini diadopsi
dengan mengambil analogi tumbuhan dan makhluk hidup. Mesin dapat bekerja secara terpisah dari
lingkungannya. Mesin dapat dipindah ke
tempat lain dan akan tetap dapat bekerja di tempat yang baru seperti di tempat
asalnya. Sebaliknya, tumbuhan selalu
bergantung pada kondisi di sekitarnya.
Jika tumbuhan dipindahkan ke tempat lain, kalaulah tidak langsung mati,
paling sedikit akan mengalami trauma (shock). Selama trauma (shock) tumbuhan
tersebut akan mengalami stagnasi pertumbuhan, dan jika adaptasi (penyesuaian)
tidak berlangsung dengan baik maka tumbuhan akan mati.
Komunitas lebih
bersifat organik seperti tumbuhan daripada bersifat mekanistik seperti
mesin. Karenanya, upaya-upaya
pengembangan komunitas tidak dapat diatur dan dikendalikan dengan rumus-rumus
teknis sebab-akibat sederhana, tetapi lebih merupakan suatu proses dan dinamika
yang kompleks. Pengembangan komunitas
lebih merupakan wilayah seni (art) ketimbang wilayah ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Komunitas memiliki kapasitas
terpasang internal (inheren) untuk mengembangkan potensinya sendiri, dan karena itu
upaya pengembangan komunitas lebih pada menyediakan kondisi yang tepat – yang
memungkinkan pengembangan potensi tersebut dapat berlangsung dengan baik.
12. Pemilihan ritme pembangunan
Konsekuensi
pembangunan yang organik adalah komunitas sendirilah yang sebaiknya menentukan
ritme pembangunan yang akan dilaksanakan sesuai dengan dinamika mereka. Pemaksaan kegiatan pengembangan komunitas
akan menghasilkan kompromi berlebihan terhadap proses yang mestinya
dilakukan. Ini dapat memupus komitmen
komunitas untuk tetap berpartisipasi dalam pelaksanaan. Keberhasilan pengembangan komunitas hanya
akan tercapai jika kecepatan dan percepatan pembangunan dilakukan sesuai dengan
ritme yang ada di komunitas itu sendiri.
Keberhasilan setiap pekerja pengembangan komunitas lebih ditentukan oleh
kemampuannya menimbang-nimbang hal itu.
Proses dasar
pembangunan dapat distimulasi dan didorong tetapi tidak dapat dipaksa
dipercepat atau diperlambat. Kondisi ini
sering meng-akibatkan para perencana, pengelola, pekerja pengembangan
komunitas, politikus, dan birokrat yang berkeinginan segera melihat hasil nyata
dan terukur menjadi putus asa. Inilah
yang menyebabkan mengapa model pembangunan yang birokratis menjadi tidak sesuai
untuk melaksanakan pengembangan komunitas.
Pengembangan
komunitas adalah proses belajar bagi komunitas itu sendiri. Sementara itu, seorang pekerja pengembangan
komunitas dapat saja sangat tergoda untuk mempercepat proses dengan menggurui
komunitas tentang apa yang harus dilakukan, atau dengan cara yang sopan
mengajukan saran-saran persuasif dan bahkan tidak jarang dilatarbelakangi oleh
‘pesan sponsor’.
Satu contoh : seorang pekerja pengembangan komunitas
meminta komunitas membuat risalah dari setiap pertemuan yang mereka lakukan,
padahal komunitas itu belum terbiasa dengan hal itu. Lebih baik meminta komunitas untuk mengingat
kembali hasil-hasil dan kesimpulan dari pertemuan sebelumnya. Dengan demikian secara perlahan akan muncul
kebutuhan atas risalah pertemuan dari komunitas itu sendiri. Ungkapan tentang kebutuhan ini mungkin diwujudkan
dengan permintaan untuk diajari bagaimana membuatnya dan pekerja pengembangan
komunitas barulah melayani kebutuhan itu.
Sangat mungkin komunitas mengusulkan bagaimana cara melakukannya. Pekerja pengembangan komunitas dapat
mengusulkan cara yang lebih baik sebagai alternatif.
13. Pasokan (supply) pakar dan kepakaran dari luar
Jawaban
spesifik atas suatu masalah, struktur atau proses dari luar komunitas
kadang-kadang berguna. Tetapi yang lebih
sering terjadi adalah bahwa solusi dari luar komunitas tidak dapat digunakan
secara efektif. Karenanya, sesuatu yang
bertumpu kepada komunitas selalu merupakan alternatif prioritas.
Tidak ada satu
cara yang selalu tepat diberlakukan pada satu komunitas. Dalam pengembangan komunitas, prinsip paling
penting adalah : ‘jangan pernah
percaya sepenuhnya pada struktur dan solusi dari luar komunitas’
betapapun struktur dan solusi itu ditawarkan dengan maksud baik.
Upaya
pemerintah menetapkan satu ‘kebijakan pengembangan komunitas’
yang mengatur bagaimana sesuatu harus dilakukan adalah sia-sia dan justeru
bertentangan dengan prinsip-prinsip pengembangan komunitas. Pemerintah dapat membantu dengan penyediaan
sumberdaya, komunikasi, dukungan dan jaringan kerja, tetapi tidak dengan
menentukan tatacara pelaksanaan pekerjaan pengembangan komunitas.
Buku-buku (text book),
petunjuk teknis, manual, pedoman, dan ber-bagai buku
sejenis itu menjadi sesuatu yang tidak berguna dan bahkan seringkali berbahaya
dalam pelaksanaan pengembangan komunitas.
Buku-buku seperti itu harus dipergunakan dengan pertimbangan ketat.
Para pakar, dan lebih
buruk lagi, para konsultan dari luar dapat menjadi ancaman besar dalam
memanfaatkan nilai-nilai kearifan lokal dan pengalaman
empirik komunitas yang seharusnya didahulukan dalam pelaksanaan
pengembangan komunitas. Hal ini
disebabkan karena pakar dan konsultan cenderung menawarkan solusi linier dan
mekanistik.
Tidaklah
bermaksud menyatakan bahwa komunitas tidak mungkin memperoleh sesuatu yang baik
dari luar, termasuk dari para pakar dan konsultan; tetapi kepakaran yang dikembangkan bersama
komunitas akan selalu lebih berguna; atau jika penyesuaian solusi berbasis
kepakaran ke situasi dan kondisi komunitas selalu dilakukan. Prinsip inilah yang disebut perencanaan
transaktif (transactive planning).
Terakhir, semua
teknik, keterampilan, keahlian, proses dan struktur yang diterapkan di suatu
komunitas dengan hasil prima berlaku khusus untuk komunitas itu, tidak dapat
digunakan secara universal di sembarang komunitas.
14. Pentingnya pembangunan komunitas
Setiap upaya
pengembangan komunitas haruslah dilengkapi dengan upaya pembangunan
komunitas. Pembangunan komunitas
terdiri dari penguatan interaksi sosial di dalam komunitas, membangun
kebersama-an, membantu komunitas berkomunikasi satu dengan yang lain dalam cara
yang mendorong terciptanya dialog yang efektif, saling memahami menuju
terlaksananya kegiatan-kegiatan dan tujuan bersama.
Hilangnya
nilai-nilai penting suatu komunitas telah mengakibatkan terjadinya fragmentasi,
isolasi dan individualisme, dan karenanya pembangunan komunitas
menjadi penting untuk merubah keadaan menjadi sebaliknya.
Pengembangan
komunitas yang baik selalu berupaya mempersatukan komunitas dan menjamin agar
setiap kegiatan komunitas diarahkan untuk membangun komunitas itu dengan
mencari upaya agar semakin banyak anggota komunitas yang berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan. Hal ini akan memberi
peluang bagi semua untuk berinteraksi, baik secara formal maupun informal. Suasana informal sering lebih disukai.
Dengan
demikian, pembangunan komunitas tidaklah sesederhana mengumpulkan orang-orang,
tetapi mencakup upaya-upaya mendorong dan menyediakan kondisi yang sesuai untuk
bekerjasama, menyediakan struktur, mekanisme saling membutuhkan dalam melakukan
kegiatan bersama, di mana setiap orang dapat memberi sumbangan dan menghargai
sumbangan orang lain.
15. Keselarasan antara proses dan hasil
Proses dan
hasil sering dipertentangkan. Pendekatan
pragmatis dalam pengembangan komunitas lebih mengutamakan hasil (output dan outcomes), sementara
proses diabaikan. Apa yang dipandang
lebih penting adalah hasil yang dicapai, tetapi dengan cara bagaimana hasil itu
dicapai menjadi kurang penting.
Sebaliknya,
terlalu mengutamakan pada proses saja dapat menjauhkan pengembangan komunitas
dari hasil-hasil yang seharusnya dapat segera dicapai, sekalipun hasil tersebut
barulah merupakan hasil antara (intermediary ouputs). Sangat celaka jika proses-proses hanya menghasilkan proses-proses yang
lain lagi.
Proses dan hasil harus dilihat sebagai dua
bagian terintegrasi/menyatu. Keduanya
jadi bagian yang sama penting dalam pengembangan komunitas dan tidak sebagai
fenomena terpisah. Proses pastilah
selalu berhubungan dengan hasil, dan hasil pasti terkait dengan proses. Tanpa keselarasan antara keduanya,
mustahil suatu kegiatan pengembangan komunitas dapat menghasilkan sesuatu yang
baik.
16. Keterpaduan proses
Telah
dijelaskan pada Prinsip 15 pada halaman sebelumnya bahwa proses dan hasil sama
pentingnya. Pandangan paling realistik,
hasil yang paling berarti dari kegiatan (program) pengembangan komunitas adalah
terciptanya proses-proses yang sesuai agar komunitas itu sendiri dapat
berkembang. Dengan demikian,
proses-proses yang harus digunakan haruslah bersesuaian dengan hasil akhir
ideal yang harus dituju, yaitu keberlanjutan dan keadilan sosial.
Keterpaduan
proses juga harus dipandang dari adanya persesuaian dan keterhubungan antara
satu proses yang digunakan dalam melaksanakan satu bagian kegiatan dengan
proses yang digunakan dalam melaksanakan bagian kegiatan lainnya. Dengan demikian bagian-bagian kegiatan dalam
keseluruhan pengembangan komunitas tidak sekedar fragmen-fragmen terpisah yang
tidak terkait satu sama lain.
17. Anti-kekerasan
(non violence)
Untuk mencapai komunitas yang kuat berbasis
anti-kekerasan, maka proses-proses anti kekerasan harus diutamakan. Mustahil proses yang mengandung kekerasan
dapat menghasilkan sesuatu yang tidak mengandung kekerasan. Dalam hal ini anti-kekerasan tidak saja
dipahami sebagai tiadanya kekerasan fisik di antara sesama anggota komunitas, tetapi
termasuk tiadanya kekerasan struktural - di mana suatu struktur
sosial dan kelembagaan yang ada yang justeru menjadi sumber
kekerasan. Lihat kembali pandangan
terhadap ketidak-berdayaan dari sudut pandang struktural dan reformis
kelembagaan yang diuraikan terdahulu.
Membiarkan adanya tekanan dari
seseorang/pihak/kelompok kepada orang/pihak/kelompok lain di dalam suatu
komunitas, dan/atau pemaksaan kehendak sama saja dengan membiarkan adanya
kekerasan di dalam komunitas.
18. Pengikutsertaan
(inclusiveness)
Penggunaan prinsip pengikutsertaan di dalam
pengembangan komunitas berarti bahwa sekalipun ada kelompok yang tidak sepakat
atas sesuatu hal yang berhubungan dengan suatu keputusan, kelompok itu tetap
harus diikutsertakan dalam proses – bukan malah disingkirkan. Tidak saja perbedaan pandangan, bahkan
konfrontasi terkadang diperlukan dan banyak cara yang dapat dipilih untuk
melakukan dan menghadapi konfrontasi.
Tidak ada resep tunggal untuk hal
tersebut. Jangan pernah melakukan
provokasi, dan jika terprovokasi jangan pernah melakukan tindakan
kekerasan. Upaya membangun dialog harus
tetap diutamakan dalam berbagai situasi untuk mengembangkan saling
pengertian. Berusaha memahami cara
pandang pihak lain terhadap suatu persoalan sangat penting. Sekalipun tidak dapat menyetujui cara pandang
tersebut, rasa hormat terhadap pihak lain harus tetap dipelihara dan merupakan
prasyarat penting dalam pengembangan komunitas.
19. Konsensus
(mufakat)
Pelaksanaan prinsip anti-kekerasan dan
pengikutsertaan (inclusiveness) memerlukan dasar-dasar pengambilan
keputusan secara mufakat. Satu kelebihan
cara pengambilan keputusan secara mufakat adalah begitu keputusan diambil, maka
semua pihak akan merasa memiliki keputusan itu dan lebih dipastikan semua pihak
akan cenderung menjaga dan mematuhi keputusan itu secara swakarsa.
Mufakat tidak dapat dipahami secara
sederhana sebagai tercapainya kuorum (50 % plus 1), sementara selebihnya akan
merasa tidak puas dan kecil kemungkinan dapat menerima, menjaga dan mematuhi
keputusan tersebut. Mufakat juga tidak
dapat dipahami sekedar kompromi sederhana yang dapat mengakibatkan
ketidakpuasan sebagian besar orang.
Selain karena mufakat memerlukan proses yang
relatif lebih lama jika dibandingkan dengan teknik pengambilan keputusan yang
lain; harus pula dicamkan bahwa ‘mufakat
bulat’ hanyalah ilusi (angan-angan) yang tidak pernah
terwujud. Karena itu daripada berusaha
sekuat tenaga untuk mengupayakan suatu ‘mufakat bulat’, lebih baik
berusaha untuk mencapai ‘mufakat optimum’ yang paling mungkin
dicapai. Bagian-bagian atau
pandangan-pandangan yang masih di luar mufakat optimum dicatat sebagai
pertimbangan dalam proses pelaksanaan keputusan yang disepakati melalui mufakat
optimum itu.
20. Kerjasama
Kedua sudut pandang utama pengembangan
komunitas, yaitu : sudut pandang ekologis
dan sudut pandang keadilan sosial lebih memerlukan struktur
persalingan (kerjasama) daripada struktur persaingan. Tantangan terberat untuk mewujudkan prinsip
ini adalah kenyataan bahwa sebagian besar kelembagaan yang ada sekarang di
setiap masyarakat (sistem pendidikan, sistem rekrutmen tenaga kerja,
sistem ekonomi dan sebagainya) telah dibentuk berbasis pada struktur
persaingan.
Persaingan yang paling sehat sekalipun,
cepat atau lambat akan sampai pada situasi saling mengungguli, saling
menghambat, saling melemahkan dan bahkan saling meniadakan. Karena itu patut disadari bahwa seperti
halnya mufakat bulat, persaingan yang sehat itupun adalah ilusi
(angan-angan) yang tidak akan pernah tercapai. Hal ini sangat beralasan karena persaingan
sangat erat kaitannya dengan hasrat untuk melampaui, memasang perintang,
melakukan serangan dan mendominasi pihak lain.
Karena itu,
lebih baik berusaha menghapuskan gagasan persaingan yang sehat dan
mengembangkan pamahaman dan strategi persalingan (kerjasama). Apapun bentuknya, persaingan selalu mengarah
pada situasi menang/kalah (win/ loose), tetapi persalingan (kerjasama)
selalu lebih mengarah pada situasi menang/menang (win/win).
21. Partisipasi
Pengembangan
komunitas harus selalu memaksimumkan partisipasi, di mana setiap orang di dalam
komunitas itu dapat dilibatkan dalam proses dan kegiatan komunitas. Semakin banyak orang berpartisipasi aktif,
semakin tinggi rasa kepemilikan dan tanggungjawab terhadap apa yang sudah dimiliki
dan apa yang sedang diupayakan oleh komunitas.
Partisipasi tidak berarti bahwa
semua orang harus terlibat di dalam semua hal.
Tiap orang memiliki kepentingan, keterampilan dan kapasitas
berbeda; dan partisipasi hendaknya dirancang
dengan mempertimbang-kan hal itu.
Pengembangan komunitas haruslah selalu berupaya menyediakan kemungkinan
terluas bagi kegiatan yang memerlukan partisipasi banyak orang dan memberikan
pengakuan terhadap setiap sumbangan dan kesetaraan bagi setiap orang untuk
terlibat. Dalam konteks ini, lagi-lagi
hendaknya setiap pekerja pengembangan komunitas memahami makna partisipasi
secara lebih komprehensif.
22. Hak komunitas mendefinisikan kebutuhannya
sendiri
Banyak cara
konvensional untuk mendefinisikan kebutuhan.
‘Para penentu kebutuhan’,
yaitu : para ahli, perencana dan pengelola pem-bangunan,
konsultan, pekerja pengembangan komunitas dan
sejenisnya sering memiliki pandangan dan bahkan kepentingan tertentu dalam
menentukan kebutuhan komunitas. Itulah
sebabnya terlalu sering terjadi di mana perencanaan pembangunan mengandung ‘bias
para ahli’ (expert bias). Celakanya bias ini selalu saja
terulang.
Untuk mengatasi
hal itu, sedapat mungkin proses penentuan kebutuhan dilaksanakan secara
partisipatif untuk mencapai konsensus antara ‘para ahli penentu kebutuhan’
dengan komunitas. Komunitas dimungkinkan
mendefinisikan dan menyatakan kebutuhan yang mereka rasakan. Di sinilah perlunya instrumen-instrumen
perencanaan partisipatif.
Banyak metode
yang telah dikembangkan untuk perencanaan partisipatif tersebut, di antaranya : PRA (Participatory Rapid Appraisal),
PLA (Participatory Action and Learning), OOPP (Objective
Oriented Project Planning) atau yang disebut di dalam Bahasa Jerman sebagai
Ziel Orientierte Projekt Planung (ZOPP) dan sejenisnya. Penggunaan metoda dan pendekatan perencanaan
pembangunan partisipatif seperti ini, hendaknya diutamakan dalam merencanakan
pengembangan komunitas daripada penggunaan metoda dan pendekatan perencanaan
pem-bangunan konvensional. Berbagai
metoda dan pendekatan perencanaan partisipatif akan dibahas lebih rinci pada
bagian lain.
* Materi Pelatihan Community Development oleh Corporate Forum for Community Development
[ ]