Mau belajar bisnis online??Klik aja link di bawah ini!!

Kamis, 20 Januari 2011

Prinsip-prinsip Pengembangan Komunitas


Membahas Pengembangan Komunitas (Community Development/ CD) tidak akan pernah mungkin sampai pada apa yang secara umum dikenal oleh kebanyakan orang sebagai ‘petunjuk teknis’.  Dengan kata lain, tidak mungkin menyusun ‘Petunjuk Teknis Pengembangan Komunitas’ atau ‘Buku Pintar Pengembangan Komunitas’.  Dua alasan mengapa hal ini tidak mungkin dilakukan adalah :

§    Tidak ada satupun teknik yang dapat berlaku umum dan dapat diterapkan persis di semua komunitas, karena masing-masing komunitas memiliki karakteristik sendiri-sendiri,
§    Sesuatu yang pernah berhasil diterapkan di dalam suatu komunitas belum tentu akan berhasil jika diterapkan persis di komunitas lain tanpa penyesuaian ke kondisi setempat.


Karena tidak mungkin menyediakan suatu ‘petunjuk teknis’ pengembangan komunitas, maka ke-22 prinsip yang akan diuraikan berikut ini hanya layak dinilai sebagai sebuah rambu-rambu dalam pelaksanaan pengembangan komunitas.  Sekali lagi, sangat ditekankan bahwa tidak mungkin ada ‘buku pintar’, ‘buku resep’ pengembangan komunitas yang dapat membuat seseorang jadi pintar melakukan pekerjaan pengembangan komunitas hanya dengan membaca buku sejenis itu.

Berikut ini dibahas satu per satu prinsip-prinsip pengembangan komunitas yang sebagaimana sudah disebut terdiri dari 22 prinsip.

1.      Pembangunan terpadu
Pembangunan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, kepribadian dan spiritual merupakan aspek penting dalam kehidupan setiap komunitas.  Karena itu, program pengembangan komunitas hendaklah mencakup keseluruhan aspek pembangunan tersebut.  Meskipun demikian, sering ditemui bahwa suatu komunitas lebih menonjol di satu atau dua aspek tertentu dari berbagai kebutuhan pembangunan yang disebut itu.  Karenanya aspek-aspek yang paling lemahlah yang lebih memperoleh prioritas perhatian dalam program pengembangan komunitas.

Aspek-aspek pembangunan prioritas tersebut di atas harus selalu menjadi bahan pertimbangan sehingga keputusan untuk lebih berkonsentrasi pada satu atau dua aspek tertentu (misalnya :  ekonomi atau sosial saja) dilakukan secara sadar dan sedapatnya merupakan pilihan komunitas sendiri, bukan keputusan yang ditetapkan oleh para perencana atau pekerja pengembangan komunitas yang didasarkan pada sekedar asumsi sepihak.

Satu aspek pembangunan tertentu juga sangat mungkin digunakan untuk mendorong kegiatan mencapai berbagai aspek pembangunan lainnya.  Misalnya program pengembangan komunitas yang berkonsentrasi pada aspek ekonomi juga mungkin digunakan untuk mendorong kegiatan menuju tercapainya aspek budaya dan pelayanan komunitas lainnya.
Dengan demikian, para pekerja pengembangan komunitas harus selalu mengingat keenam aspek pembangunan tersebut, mendorong agar komunitas terus memperhatikannya dan membantu mereka untuk mengidentifikasi aspek pembangunan yang mungkin berhubungan satu sama lain.

2.      Menangani ketidakberuntungan struktural
Maksud utama kegiatan pengembangan komunitas adalah tercapainya keadilan sosial.  Setiap hambatan struktural seperti diskriminasi yang berbasis ras/etnik, agama, jender dan sebagainya harus diperhitungkan.  Dengan demikian, upaya pengembangan komunitas harus selalu dijaga agar tidak justeru memperkokoh atau menciptakan hambatan-hambatan struktural tersebut.  Sebaliknya harus selalu diupayakan segala cara yang mungkin dan cocok dilakukan untuk mengurangi atau meniadakannya.

Hal di atas mengingatkan para pekerja pengembangan komunitas agar waspada terhadap pola-pola terselubung yang memperkokoh hambatan struktural misalnya melalui media, struktur organisasi, sistem pendidikan, bahasa, ekonomi dan sebagainya.

3.      Menghargai hak asasi manusia
Pemahaman dan tekad yang kuat untuk melindungi dan melaksanakan hak asasi manusia menjadi basis penting bagi pengembangan komunitas. Struktur upaya pengembangan komunitas harus dirancang dengan sangat mempertimbangkan agar tidak melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia, misalnya :  hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, hak untuk berkumpul dan berserikat, dan hak untuk bebas mengemukakan pikiran dan pendapat secara lisan maupun tertulis.  Dalam konteks ini rujukan tentang hak asasi manusia yang dapat digunakan adalah The Universal Declaration of Human Rights dan/atau TAP MPR RI NO. XVII/ MPR/1998.

Jika justeru komunitas itu sendiri yang menginginkan hal-hal yang potensial bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, maka seorang pekerja pengembangan komunitas harus menentangnya.

4.      Keberlanjutan (sustainability)
Sangat penting agar setiap upaya pengembangan komunitas dilakukan berbasis pertimbangan keberlanjutan.  Jika tidak, maka upaya tersebut hanya akan menghasilkan sesuatu yang bersifat sementara, bahkan dari sudut pandang ekologis upaya pengembangan komunitas dapat menjadi penyebab kerusakan lingkungan lebih parah.  Keberlanjutan menuntut agar penggunaan segala jenis sumberdaya tak terbarukan seminimal mungkin.  Prinsip ini mengandung implikasi praktis terhadap penggunaan lahan, gaya hidup, perlindungan sumberdaya alam dan sebagainya.



5.      Pemberdayaan (empowerment)
Pemberdayaan haruslah menjadi bagian yang menyatu dalam setiap upaya pengembangan komunitas.  Pemberdayaan berarti penyediaan sumber-sumber daya (sources of power), kesempatan, pengetahuan dan ketrampilan bagi komunitas agar mereka mampu meningkatkan kapasitasnya untuk menentukan masa depan mereka sendiri dan memberi warna bagi kehidupannya.  Lebih rinci tentang pemberdayaan ini akan dibahas pada materi tersendiri.

6.      Peningkatan kesadaran pada hubungan interaksi antara individu dengan proses politik
Untuk tidak menjadi ‘momok’ seperti masa yang lalu, istilah politik harus dikembalikan ke pengertian sederhana ke esensi sesungguhnya, yaitu :  ‘proses dan mekanisme pengambilan keputusan yang berkaitan dengan hajad hidup (kepentingan) bersama’.  Dengan pengertian ini setiap orang harus berpolitik, dan sebenarnya kegiatan politik dalam arti yang paling sederhana sudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Tiap urusan politik dipastikan mempengaruhi urusan individu, dan sebaliknya setiap urusan individu dipastikan secara langsung/tidak langsung berkaitan dengan urusan politik.  Pengangguran, ekonomi, jaminan sosial pembangunan industri dan sebagainya pasti akan mempengaruhi kehidupan pribadi tiap individu dan sebaliknya.

Pengembangan komunitas merupakan potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kesadaran politik para anggota komunitas.  Hal ini juga merupakan langkah awal paling kritis dalam peningkatan kesadaran (consiousness raising) yang menjadi salah satu instrumen dalam rangka pemberdayaan.  Tanpa peningkatan pemahaman komunitas tentang hubungan antara pribadi (individu) dengan politik dan sebaliknya, maka upaya pengembangan komunitas mustahil berhasil.

7.      Basis kepemilikan (asset-base) dan peningkatan rasa memiliki (sense of belonging)
Pengembangan komunitas juga harus menekankan pada pengembangan basis kepemilikan dan rasa memiliki komunitas dan/atau menyediakannya jika belum ada.  Basis kepemilikan dalam konteks ini dapat dilihat dari dua konsep, yaitu :  kepemilikan material dan kepemilikan atas struktur dan proses yang dilakukan di dalam komunitas.

Di Indonesia, terutama dalam kaitan dengan komunitas di perkotaan, setelah perubahan bentuk pemerintahan dari desa menjadi kelurahan, hampir semua milik komunitas (baik material maupun struktur dan proses) menjadi hilang.  Tanah-tanah Kas Desa dengan berbagai kekayaan desa lainnya sertamerta diakui sebagai milik Pemerintah Daerah.  Proses dan struktur rembug desa dihilangkan dan digantikan dengan proses dan struktur formal LKMD.

Memperluas (meningkatkan) basis kepemilikan komunitas adalah aspek penting dalam pembangunan komunitas karena hal itu akan meningkatkan jatidiri, menjadi alasan bagi komunitas untuk terlibat dalam pengelolaan dan perolehan manfaat atas sesuatu yang menjadi milik bersama tersebut dan akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya.

Banyak barang dan jasa yang dimiliki oleh individu-individu dalam komunitas, misalnya :  peralatan pertamanan, peralatan rekreasi, buku dan alat olah raga.  Secara ekonomis dan ekologis, jika semua orang harus memiliki semua akan lebih boros jika dibandingkan apabila peralatan tersebut dimiliki dan dimanfaatkan secara kolektif oleh komunitas.

Basis kepemilikan dan rasa kepemilikan atas struktur dan proses dalam komunitas sangat berkaitan dengan pengorganisasian komunitas, misalnya :  adanya peluang bagi komunitas mengawasi proses penyediaan jasa kesehatan, pendidikan, pembangunan setempat dan berbagai kegiatan lainnya.  Untuk itu, prasyarat utama adalah desentralisasi;  selain diperlukan upaya untuk meningkatkan sumberdaya, keterampilan dan peningkatan rasa percaya diri.

8.      Kemandirian (keswadayaan)
Kemandirian menginginkan agar sedapat mungkin menggunakan sumberdaya yang tersedia dari dalam komunitas itu sendiri, dan meminimasi penggunaan sumberdaya dari luar.  Prinsip ini berlaku untuk setiap sumberdaya dari luar yang mungkin diperlukan oleh komunitas (finansial, teknologi, alam dan sumberdaya manusia).  Para pekerja pengembangan komunitas sebaiknya juga memahami persis tentang makna keswadayaan dan kelompok swadaya.

9.      Independensi (dalam hubungan komunitas dengan pemerintah)
Prinsip kemandirian ini erat kaitannya dengan hubungan komunitas dengan pemerintah dan pihak lainnya di luar mereka sendiri.  Sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa upaya-upaya pengembangan komunitas yang disponsori oleh pemerintah bukan memandirikan dan memberdayakan komunitas, tetapi malahan sebaliknya menciptakan ketergantungan dan pelemahan.  Contoh masa lalu :  pembentukan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), Pembangunan KUD, Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan yang baru ini :  PDMDKE, JPS dan sebagainya.

Umumnya, semakin sedikit keterlibatan pemerintah dalam pengembangan komunitas, semakin berhasil.  Namun, hal ini tidak untuk menyatakan bahwa bantuan pemerintah dalam upaya pengembangan komunitas harus ‘diharamkan’ karena ini justeru akan membebaskan pemerintah dari kewajibannya dalam mengupayakan kesejahteraan rakyat banyak.

Sulit menemukan rumusan yang tepat bagaimana seharusnya pemerintah terlibat dalam upaya pengembangan komunitas.  Karena itu, sementara dapat disebutkan bahwa dukungan pemerintah dalam pengembangan komunitas hanya diperlukan sebagai pemulai (starter).
10.    Keselarasan antara pencapaian tujuan jangka pendek dengan visi masa depan
Seolah-olah selalu ada pertentangan antara keinginan untuk segera mencapai tujuan jangka pendek yang nyata dan terukur dengan tujuan ideal jangka panjang ke masa depan, yaitu :  suatu komunitas dan masyarakat yang lebih baik.

Memfokuskan lebih banyak energi pada pencapaian tujuan jangka pendek semata akan menggagalkan pencapaian tujuan jangka panjang.  Sebaliknya, mengerahkan sebagian besar energi untuk mencapai tujuan jangka panjang akan mengundang keputus-asaan karena seolah-olah tidak pernah menghasilkan sesuatu.  Tidak jarang bahwa komunitas itu sendiri yang berkeinginan hanya untuk mencapai tujuan jangka pendek yang segera dapat dirasakan.  Komunitas sering tidak sabar melakukan proses-proses yang sedikit lebih panjang untuk mencapai hasil yang lebih berkelanjutan.  Lebih parah lagi jika komunitas itu sendiri hanya mau ‘terima jadi’ saja.

Menghadapi situasi dilemmatis seperti itu, para pekerja pengembangan komunitas harus mampu memainkan peran penyadaran (consiousness raising) dan bahkan mungkin perlu memainkan peran menentang (confronting).  Namun yang terakhir ini harus dimainkan dengan tingkat kehati-hatian dan kecermatan yang tinggi.  Peran-peran pokok yang umumnya dimainkan oleh para pekerja pengembangan komunitas akan dibahas lebih dalam di bagian lain.

11.    Pendekatan pembangunan yang organik
Pembangunan yang organik adalah kebalikan dari pembangunan yang sentralistik dan mekanistik.  Istilah ini diadopsi dengan mengambil analogi tumbuhan dan makhluk hidup.  Mesin dapat bekerja secara terpisah dari lingkungannya.  Mesin dapat dipindah ke tempat lain dan akan tetap dapat bekerja di tempat yang baru seperti di tempat asalnya.  Sebaliknya, tumbuhan selalu bergantung pada kondisi di sekitarnya.  Jika tumbuhan dipindahkan ke tempat lain, kalaulah tidak langsung mati, paling sedikit akan mengalami trauma (shock).  Selama trauma (shock) tumbuhan tersebut akan mengalami stagnasi pertumbuhan, dan jika adaptasi (penyesuaian) tidak berlangsung dengan baik maka tumbuhan akan mati.

Komunitas lebih bersifat organik seperti tumbuhan daripada bersifat mekanistik seperti mesin.  Karenanya, upaya-upaya pengembangan komunitas tidak dapat diatur dan dikendalikan dengan rumus-rumus teknis sebab-akibat sederhana, tetapi lebih merupakan suatu proses dan dinamika yang kompleks.  Pengembangan komunitas lebih merupakan wilayah seni (art) ketimbang wilayah ilmu pengetahuan dan teknologi.

Komunitas memiliki kapasitas terpasang internal (inheren) untuk mengembangkan potensinya sendiri, dan karena itu upaya pengembangan komunitas lebih pada menyediakan kondisi yang tepat – yang memungkinkan pengembangan potensi tersebut dapat berlangsung dengan baik.
12.    Pemilihan ritme pembangunan
Konsekuensi pembangunan yang organik adalah komunitas sendirilah yang sebaiknya menentukan ritme pembangunan yang akan dilaksanakan sesuai dengan dinamika mereka.  Pemaksaan kegiatan pengembangan komunitas akan menghasilkan kompromi berlebihan terhadap proses yang mestinya dilakukan.  Ini dapat memupus komitmen komunitas untuk tetap berpartisipasi dalam pelaksanaan.  Keberhasilan pengembangan komunitas hanya akan tercapai jika kecepatan dan percepatan pembangunan dilakukan sesuai dengan ritme yang ada di komunitas itu sendiri.  Keberhasilan setiap pekerja pengembangan komunitas lebih ditentukan oleh kemampuannya menimbang-nimbang hal itu.

Proses dasar pembangunan dapat distimulasi dan didorong tetapi tidak dapat dipaksa dipercepat atau diperlambat.  Kondisi ini sering meng-akibatkan para perencana, pengelola, pekerja pengembangan komunitas, politikus, dan birokrat yang berkeinginan segera melihat hasil nyata dan terukur menjadi putus asa.  Inilah yang menyebabkan mengapa model pembangunan yang birokratis menjadi tidak sesuai untuk melaksanakan pengembangan komunitas.

Pengembangan komunitas adalah proses belajar bagi komunitas itu sendiri.  Sementara itu, seorang pekerja pengembangan komunitas dapat saja sangat tergoda untuk mempercepat proses dengan menggurui komunitas tentang apa yang harus dilakukan, atau dengan cara yang sopan mengajukan saran-saran persuasif dan bahkan tidak jarang dilatarbelakangi oleh ‘pesan sponsor’.

Satu contoh :  seorang pekerja pengembangan komunitas meminta komunitas membuat risalah dari setiap pertemuan yang mereka lakukan, padahal komunitas itu belum terbiasa dengan hal itu.  Lebih baik meminta komunitas untuk mengingat kembali hasil-hasil dan kesimpulan dari pertemuan sebelumnya.  Dengan demikian secara perlahan akan muncul kebutuhan atas risalah pertemuan dari komunitas itu sendiri.  Ungkapan tentang kebutuhan ini mungkin diwujudkan dengan permintaan untuk diajari bagaimana membuatnya dan pekerja pengembangan komunitas barulah melayani kebutuhan itu.  Sangat mungkin komunitas mengusulkan bagaimana cara melakukannya.  Pekerja pengembangan komunitas dapat mengusulkan cara yang lebih baik sebagai alternatif.

13.    Pasokan (supply) pakar dan kepakaran dari luar
Jawaban spesifik atas suatu masalah, struktur atau proses dari luar komunitas kadang-kadang berguna.  Tetapi yang lebih sering terjadi adalah bahwa solusi dari luar komunitas tidak dapat digunakan secara efektif.  Karenanya, sesuatu yang bertumpu kepada komunitas selalu merupakan alternatif prioritas.

Tidak ada satu cara yang selalu tepat diberlakukan pada satu komunitas.  Dalam pengembangan komunitas, prinsip paling penting adalah :  ‘jangan pernah percaya sepenuhnya pada struktur dan solusi dari luar komunitas’ betapapun struktur dan solusi itu ditawarkan dengan maksud baik.

Upaya pemerintah menetapkan satu ‘kebijakan pengembangan komunitas’ yang mengatur bagaimana sesuatu harus dilakukan adalah sia-sia dan justeru bertentangan dengan prinsip-prinsip pengembangan komunitas.  Pemerintah dapat membantu dengan penyediaan sumberdaya, komunikasi, dukungan dan jaringan kerja, tetapi tidak dengan menentukan tatacara pelaksanaan pekerjaan pengembangan komunitas.

Buku-buku (text book), petunjuk teknis, manual, pedoman, dan ber-bagai buku sejenis itu menjadi sesuatu yang tidak berguna dan bahkan seringkali berbahaya dalam pelaksanaan pengembangan komunitas.  Buku-buku seperti itu harus dipergunakan dengan pertimbangan ketat.

Para pakar, dan lebih buruk lagi, para konsultan dari luar dapat menjadi ancaman besar dalam memanfaatkan nilai-nilai kearifan lokal dan pengalaman empirik komunitas yang seharusnya didahulukan dalam pelaksanaan pengembangan komunitas.  Hal ini disebabkan karena pakar dan konsultan cenderung menawarkan solusi linier dan mekanistik.

Tidaklah bermaksud menyatakan bahwa komunitas tidak mungkin memperoleh sesuatu yang baik dari luar, termasuk dari para pakar dan konsultan;  tetapi kepakaran yang dikembangkan bersama komunitas akan selalu lebih berguna; atau jika penyesuaian solusi berbasis kepakaran ke situasi dan kondisi komunitas selalu dilakukan.  Prinsip inilah yang disebut perencanaan transaktif (transactive planning).

Terakhir, semua teknik, keterampilan, keahlian, proses dan struktur yang diterapkan di suatu komunitas dengan hasil prima berlaku khusus untuk komunitas itu, tidak dapat digunakan secara universal di sembarang komunitas.

14.    Pentingnya pembangunan komunitas
Setiap upaya pengembangan komunitas haruslah dilengkapi dengan upaya pembangunan komunitasPembangunan komunitas terdiri dari penguatan interaksi sosial di dalam komunitas, membangun kebersama-an, membantu komunitas berkomunikasi satu dengan yang lain dalam cara yang mendorong terciptanya dialog yang efektif, saling memahami menuju terlaksananya kegiatan-kegiatan dan tujuan bersama.

Hilangnya nilai-nilai penting suatu komunitas telah mengakibatkan terjadinya fragmentasi, isolasi dan individualisme, dan karenanya pembangunan komunitas menjadi penting untuk merubah keadaan menjadi sebaliknya.

Pengembangan komunitas yang baik selalu berupaya mempersatukan komunitas dan menjamin agar setiap kegiatan komunitas diarahkan untuk membangun komunitas itu dengan mencari upaya agar semakin banyak anggota komunitas yang berpartisipasi dalam berbagai kegiatan.  Hal ini akan memberi peluang bagi semua untuk berinteraksi, baik secara formal maupun informal.  Suasana informal sering lebih disukai.

Dengan demikian, pembangunan komunitas tidaklah sesederhana mengumpulkan orang-orang, tetapi mencakup upaya-upaya mendorong dan menyediakan kondisi yang sesuai untuk bekerjasama, menyediakan struktur, mekanisme saling membutuhkan dalam melakukan kegiatan bersama, di mana setiap orang dapat memberi sumbangan dan menghargai sumbangan orang lain.

15.    Keselarasan antara proses dan hasil
Proses dan hasil sering dipertentangkan.  Pendekatan pragmatis dalam pengembangan komunitas lebih mengutamakan hasil (output dan outcomes), sementara proses diabaikan.  Apa yang dipandang lebih penting adalah hasil yang dicapai, tetapi dengan cara bagaimana hasil itu dicapai menjadi kurang penting.

Sebaliknya, terlalu mengutamakan pada proses saja dapat menjauhkan pengembangan komunitas dari hasil-hasil yang seharusnya dapat segera dicapai, sekalipun hasil tersebut barulah merupakan hasil antara (intermediary ouputs).  Sangat celaka jika proses-proses hanya menghasilkan proses-proses yang lain lagi.

Proses dan hasil harus dilihat sebagai dua bagian terintegrasi/menyatu.  Keduanya jadi bagian yang sama penting dalam pengembangan komunitas dan tidak sebagai fenomena terpisah.  Proses pastilah selalu berhubungan dengan hasil, dan hasil pasti terkait dengan proses.  Tanpa keselarasan antara keduanya, mustahil suatu kegiatan pengembangan komunitas dapat menghasilkan sesuatu yang baik.

16.    Keterpaduan proses
Telah dijelaskan pada Prinsip 15 pada halaman sebelumnya bahwa proses dan hasil sama pentingnya.  Pandangan paling realistik, hasil yang paling berarti dari kegiatan (program) pengembangan komunitas adalah terciptanya proses-proses yang sesuai agar komunitas itu sendiri dapat berkembang.  Dengan demikian, proses-proses yang harus digunakan haruslah bersesuaian dengan hasil akhir ideal yang harus dituju, yaitu keberlanjutan dan keadilan sosial.

Keterpaduan proses juga harus dipandang dari adanya persesuaian dan keterhubungan antara satu proses yang digunakan dalam melaksanakan satu bagian kegiatan dengan proses yang digunakan dalam melaksanakan bagian kegiatan lainnya.   Dengan demikian bagian-bagian kegiatan dalam keseluruhan pengembangan komunitas tidak sekedar fragmen-fragmen terpisah yang tidak terkait satu sama lain.

17.    Anti-kekerasan (non violence)
Untuk mencapai komunitas yang kuat berbasis anti-kekerasan, maka proses-proses anti kekerasan harus diutamakan.  Mustahil proses yang mengandung kekerasan dapat menghasilkan sesuatu yang tidak mengandung kekerasan.  Dalam hal ini anti-kekerasan tidak saja dipahami sebagai tiadanya kekerasan fisik di antara sesama anggota komunitas, tetapi termasuk tiadanya kekerasan struktural - di mana suatu struktur sosial dan kelembagaan yang ada yang justeru menjadi sumber kekerasan.  Lihat kembali pandangan terhadap ketidak-berdayaan dari sudut pandang struktural dan reformis kelembagaan yang diuraikan terdahulu.

Membiarkan adanya tekanan dari seseorang/pihak/kelompok kepada orang/pihak/kelompok lain di dalam suatu komunitas, dan/atau pemaksaan kehendak sama saja dengan membiarkan adanya kekerasan di dalam komunitas.

18.    Pengikutsertaan (inclusiveness)
Penggunaan prinsip pengikutsertaan di dalam pengembangan komunitas berarti bahwa sekalipun ada kelompok yang tidak sepakat atas sesuatu hal yang berhubungan dengan suatu keputusan, kelompok itu tetap harus diikutsertakan dalam proses – bukan malah disingkirkan.  Tidak saja perbedaan pandangan, bahkan konfrontasi terkadang diperlukan dan banyak cara yang dapat dipilih untuk melakukan dan menghadapi konfrontasi.

Tidak ada resep tunggal untuk hal tersebut.  Jangan pernah melakukan provokasi, dan jika terprovokasi jangan pernah melakukan tindakan kekerasan.  Upaya membangun dialog harus tetap diutamakan dalam berbagai situasi untuk mengembangkan saling pengertian.  Berusaha memahami cara pandang pihak lain terhadap suatu persoalan sangat penting.  Sekalipun tidak dapat menyetujui cara pandang tersebut, rasa hormat terhadap pihak lain harus tetap dipelihara dan merupakan prasyarat penting dalam pengembangan komunitas.

19.    Konsensus (mufakat)
Pelaksanaan prinsip anti-kekerasan dan pengikutsertaan (inclusiveness) memerlukan dasar-dasar pengambilan keputusan secara mufakat.  Satu kelebihan cara pengambilan keputusan secara mufakat adalah begitu keputusan diambil, maka semua pihak akan merasa memiliki keputusan itu dan lebih dipastikan semua pihak akan cenderung menjaga dan mematuhi keputusan itu secara swakarsa.

Mufakat tidak dapat dipahami secara sederhana sebagai tercapainya kuorum (50 % plus 1), sementara selebihnya akan merasa tidak puas dan kecil kemungkinan dapat menerima, menjaga dan mematuhi keputusan tersebut.  Mufakat juga tidak dapat dipahami sekedar kompromi sederhana yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan sebagian besar orang.
Selain karena mufakat memerlukan proses yang relatif lebih lama jika dibandingkan dengan teknik pengambilan keputusan yang lain;  harus pula dicamkan bahwa ‘mufakat bulat’ hanyalah ilusi (angan-angan) yang tidak pernah terwujud.  Karena itu daripada berusaha sekuat tenaga untuk mengupayakan suatu ‘mufakat bulat’, lebih baik berusaha untuk mencapai ‘mufakat optimum’ yang paling mungkin dicapai.  Bagian-bagian atau pandangan-pandangan yang masih di luar mufakat optimum dicatat sebagai pertimbangan dalam proses pelaksanaan keputusan yang disepakati melalui mufakat optimum itu.

20.    Kerjasama
Kedua sudut pandang utama pengembangan komunitas, yaitu :  sudut pandang ekologis dan sudut pandang keadilan sosial lebih memerlukan struktur persalingan (kerjasama) daripada struktur persaingan.  Tantangan terberat untuk mewujudkan prinsip ini adalah kenyataan bahwa sebagian besar kelembagaan yang ada sekarang di setiap masyarakat (sistem pendidikan, sistem rekrutmen tenaga kerja, sistem ekonomi dan sebagainya) telah dibentuk berbasis pada struktur persaingan.

Persaingan yang paling sehat sekalipun, cepat atau lambat akan sampai pada situasi saling mengungguli, saling menghambat, saling melemahkan dan bahkan saling meniadakan.  Karena itu patut disadari bahwa seperti halnya mufakat bulat, persaingan yang sehat itupun adalah ilusi (angan-angan) yang tidak akan pernah tercapai.  Hal ini sangat beralasan karena persaingan sangat erat kaitannya dengan hasrat untuk melampaui, memasang perintang, melakukan serangan dan mendominasi pihak lain.

Karena itu, lebih baik berusaha menghapuskan gagasan persaingan yang sehat dan mengembangkan pamahaman dan strategi persalingan (kerjasama).  Apapun bentuknya, persaingan selalu mengarah pada situasi menang/kalah (win/ loose), tetapi persalingan (kerjasama) selalu lebih mengarah pada situasi menang/menang (win/win).

21.    Partisipasi
Pengembangan komunitas harus selalu memaksimumkan partisipasi, di mana setiap orang di dalam komunitas itu dapat dilibatkan dalam proses dan kegiatan komunitas.  Semakin banyak orang berpartisipasi aktif, semakin tinggi rasa kepemilikan dan tanggungjawab terhadap apa yang sudah dimiliki dan apa yang sedang diupayakan oleh komunitas.

Partisipasi tidak berarti bahwa semua orang harus terlibat di dalam semua hal.  Tiap orang memiliki kepentingan, keterampilan dan kapasitas berbeda;  dan partisipasi hendaknya dirancang dengan mempertimbang-kan hal itu.  Pengembangan komunitas haruslah selalu berupaya menyediakan kemungkinan terluas bagi kegiatan yang memerlukan partisipasi banyak orang dan memberikan pengakuan terhadap setiap sumbangan dan kesetaraan bagi setiap orang untuk terlibat.  Dalam konteks ini, lagi-lagi hendaknya setiap pekerja pengembangan komunitas memahami makna partisipasi secara lebih komprehensif.

22.    Hak komunitas mendefinisikan kebutuhannya sendiri
Banyak cara konvensional untuk mendefinisikan kebutuhan.  ‘Para penentu kebutuhan’, yaitu :  para ahli, perencana dan pengelola pem-bangunan, konsultan, pekerja pengembangan komunitas dan sejenisnya sering memiliki pandangan dan bahkan kepentingan tertentu dalam menentukan kebutuhan komunitas.  Itulah sebabnya terlalu sering terjadi di mana perencanaan pembangunan mengandung ‘bias para ahli’ (expert bias).  Celakanya bias ini selalu saja terulang.

Untuk mengatasi hal itu, sedapat mungkin proses penentuan kebutuhan dilaksanakan secara partisipatif untuk mencapai konsensus antara ‘para ahli penentu kebutuhan’ dengan komunitas.  Komunitas dimungkinkan mendefinisikan dan menyatakan kebutuhan yang mereka rasakan.  Di sinilah perlunya instrumen-instrumen perencanaan partisipatif.

Banyak metode yang telah dikembangkan untuk perencanaan partisipatif tersebut, di antaranya :  PRA (Participatory Rapid Appraisal), PLA (Participatory Action and Learning), OOPP (Objective Oriented Project Planning) atau yang disebut di dalam Bahasa Jerman sebagai Ziel Orientierte Projekt Planung (ZOPP) dan sejenisnya.  Penggunaan metoda dan pendekatan perencanaan pembangunan partisipatif seperti ini, hendaknya diutamakan dalam merencanakan pengembangan komunitas daripada penggunaan metoda dan pendekatan perencanaan pem-bangunan konvensional.  Berbagai metoda dan pendekatan perencanaan partisipatif akan dibahas lebih rinci pada bagian lain.

* Materi Pelatihan Community Development oleh Corporate Forum for Community Development



[     ]